July 20, 2025No Comments

Indonesia Baru

Hari ini , Neo-Indonesiana sudah 5 tahun berjalan sudah.
Aneh rasanya, ketika memang bersemangat untuk menyuarakan hal ini, namun aku yakin, akan ada suatu masa ketika bangsa kita akan keluar dari krisis inferioritas, lalu melangkah maju kedalam bangsa penuh kreatifitas.

Puputan of the Raja of Boeleleng_ Le Petit Journal, 1849.

Diatas adalah contoh karya yang menurut saya perlu dihadirkan dalam kondisi Indonesia saat ini. Banyak konsumsi yang kita lakukan atas dasar adiksi terhadap teknologi tanpa mengetahui dan juga mau berjuang dengan daya dan pikir kita sendiri.

Tulisan ini...agaknya sangat personal, aku tidak terlalu memerdulikan aspek political correctness atau juga kenyamanan dalam berdialog. Karena kalo kenyamanan itu bisa dirasakan kapanpun dan dimanapun.

Ada selimut semu yang bergulir sekarang, masyarakat adat dibungkam dan dijarah tanahnya, kali ini bukan oleh bangsa lain. Namun oleh bangsa kita sendiri, oleh para penguasa.

Saya hanya bisa berdoa, dan memberikan ide, bahwa mereka layak untuk digulingkan, rezim yang dzalim akan datang masanya mereka akan hancur dan digantikan oleh generasi bercahaya. Aku hanya bisa yakin.

Senjata adat dan kebijaksanaan tradisional kita adalah kunci utama untuk menggulingkan rezim tersebut, dengan kita bersatu untuk melawan 'musuh dalam selimut'.

Semua itu dimulai dari daya kreatifitas kita dan juga kita tidak terlena akan konsumsi yang 'tidak sadar', kita, generasi yang muda terlalu banyak scrolling around dan melupakan potensi yang ada, kurang Olah Rasa karena begitu banyak kenyamanan yang ditawarkan sehingga kita lupa akan identitas agraris dan maritim kita. Kita lupa merdeka.

Merdeka disini bukan merdeka 17 Agustus yang menjadi selebrasi itu, bukan. Merdeka disini konteksnya adalah merdeka pikiran dan rasa-nya.
Merdeka dari belenggu teknologi dan kenyamanan yang membuat kita seperti entitled terhadap hal itu, dan bisa mengeksploitasi hal tersebut dalam aspek konsumsi sehari-hari.

Seperti berat? Tidak juga, sebenarnya bisa di mulai dari yang sederhana, saya pribadi sudah mengurangi screen time saya hingga 42 menit perhari. Seperti bukan hal yang WOW, tapi untuk generasi transisi yang ditawarkan Playstation hingga Smartphone, ini merupakan prestasi, saya bebas!

March 24, 2025No Comments

To all future patrons…

Undagi Caste by Miguel Covarrubias, 1937.

In Projek AGNI, most of our work is based on experimental form.

Meaning that we take each project from research and data, or insight both quantitative and empirical, and then turn it into something that may challenge your pre-conception of branding or design.

But please don't get this wrong; you will have our utmost service. We don't take these words for selling purposes; rather, it is quite literally that we work 24 hours in our minds for each project; thus, we are very selective on our clients.

We want to give something very ideal not only for you as an individual who has the capacity to pay us, but what can we do to your vision? What is the best outcome for your project that others don't see in such perspectives? And so on. So maybe the result is mostly somehow very peculiar in manners and has never been seen before, a.k.a Not Perfect.

Not perfect, in the sense of today's notion of 'polished-branding-works',no. It is not something very artist-idealistic type of work either, because we mentioned before, we use data.

Hopefully, people will understand it in the future.

March 22, 2025No Comments

What we believe…

It all started about 780 thousand years ago. When humans found a way to make an energy source, that marked the cradle of civilization. We invent fire. Fast forward; it fuels the industrial age, wars, and so on. The functionality of the fire really puts our head it seems, 'ahead' of other species.

Fire, as our reliable energy partner since ancient times, not only ends in it's form as the source of making our raw food taste good, it becomes a symbol. AGNI, or Geni, is a deity of flames that becomes our source of energy and inspiration. We take this name profoundly, as we are surrounded by a vulcanic mountain range here in the Equatorial Emerald, Indonesia. Such a perilous beauty, so it seems. 

And moving to the present age. Taking the destruction and fertilization process of merapi, we see this as a way of transformation. By eliminating what is archaic, into something that is bountiful and full of life. We apply this spirit into our practice. Strive to revolutionize the atrocious traditions into something that is sustainable, mostly for Mother-Earth (Bumi Pertiwi). We called this movement: Neo-Indonesiana.